Jumat, 07 Mei 2010

PERANAN JDI HUKUM DALAM PENYUSUNAN PRODUK-PRODUK HUKUM DAERAH

Oleh : Ninik Hariwanti, SH,LLM


I. PENDAHULUAN


Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka kepada daerah diberikan kewenangan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahannya diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Dalam rangka penyelenggaraan Pemerentahan Daerah tersebut maka produk-produk hukum daerah menjadi amat penting, strategis dan mendasar demi terwujudnya penyelenggaraan otonomi daerah yang sebaik-baiknya. Hal ini disebabkan kerana produk hukum daerah merupakan dasar hukum kebijakan kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sekaligus mencerminkan setiap kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang dirumuskan dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan ketentuan daerah lainnya.
Dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan Daerah (Perda), diperlukan suatu kebijakan politik perundang-undangaqn yang tertuang dalam suatu Program Legislasi Daerah (PROLEGDA) yang disusun secara terencana, sinkron dan terpadu yang mencerminkan skala prioritas sehingga pemerintah Daerah dapat lebih mengarahkan kebijakan pembentukan Perda sesuai dengan kondisi-kondisi daerah dan tuntutan perkembangan hukum yang ada.
Kebijakan yang tertuang dalam produk hukum daerah diatas tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan daerah lainnya, sehingga peranan Jaringan Dokumentasi Dan Informasi Hukum menjadi penting untuk menghindarkan pertentangan dan tumpang tindih pengaturannya.

II. PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH

Dalam rangka tertib administrasi penyusunan produk hukum daerah harus mengacu kepada ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri :
 Nomor 15 tahun 2006 tentang Jenis dan Produk Hukum Daerah;
 Nomor 16 tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
 Nomor 17 tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah.

Disamping itu prosedur penyusunan produk daerah perlu mengacu pula kepada Undang-undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan memperhatikan Kerangka/ sistimatika Peraturan Daerah yang meliputi :
1. Judul dimana setiap Perda harus memuat judul yang singkat, jelas dan mencerminkan norma yang diatur dan memuat jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan dan nama peraturan perundag-undangan.
2. Pembukaan yang terdiri dari kata “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA”, Jabatan Pembentuk Peraturan Daerah, Konsideran, Dasar Hukum dan Diktum.
3. Batang Tubuh yang terdiri dari Ketentuan Umum, Materi Pokok yang diatur, Ketentuan Pidana (jika diperlukan), Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) dan Ketentuan Penutup.

Berdasarkan pasal 12 UU No. 10 tahun 2004 diatas materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah serta pengaturan lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Selanjutnya didalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ada beberapa pasal yang secara jelas menyebutkan bahwa urusan pemerintahan daerah diatur dengan Peraturan Daerah yakni Pasal 157, 158, 176, 181 dan pasal 200. Misalnya pasal 157, Sumber Pendapatan Daerah yang harus diatur oleh Peraturan Daerah, yakni :
1. Hasil Pajak Daerah
2. Hasil Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
5. Dana Perimbangan.

Menurut pasal 4 sampai dengan 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 tahun 2006 maka penyusunan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan dilakukan berdasarkan PROLEGDA.
Dalam penyusunan rancangan produk hukum daerah tersebut disusun oleh Pimpinan satuan kerja perangkat daerah dan dapat didelegasikan kepada Biro Hukum atau Bagian Hukum. Selanjutnya dibentuk Tim Antar Satuan Kerja Perangkat Daerah diketuai oleh Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah pemrakarsa atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah dan Kepala Biro Hukum atau Kepala Bagian Hukum berkedudukan sebagai Sekretaris.
Pembahasan rancangan produk hukum daerah tersebut dititikberatkan pada permaslahan yang bersifat prinsip mengenai objek yang diatur, jangkauan dan arah pengaturan. Rancangan tersebut harus mendapatkan paraf koordinasi Kepala Biro/Bagian Hukum dan pimpinan satuan kerja perangkat daerah terkait sebelum diajukan kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Selanjutnya Sekretaris Daerah dapat melakukan perubahan dan/atau penyempurnaan dan dikembalikan kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah pemrakarsa untuk diperbaiki.
Produk hukum daerah yang diprakarsai oleh Kepala Daerah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk dilakukan pembahasan dan dibentuk Tim Asistensi yang diketuai oleh Sekretaris Daerah artau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Sedangkan pembahasan rancangan peraturan daerah atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dikoordinasikan oleh Sekretariat Daerah atau Pimpinan satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Berdasarkan pasal 40 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dikatakan bahwa DPRD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah yang salah satu tugas dan wewenangnya adalah membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama. Dalam hal DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan sebagai mitra Kepala Daerah harus menguasai semua peraturan peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah dan mempunyai wawasan substansi yang memenuhi esensi dari kumpulan fakta atau referensi terhadap instrumen yang akan diatur, juga dituntut mempunyai rasa seni bagaimana menuangkan substansi dalam norma-norma dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti tetapi tidak menghilangkan esensinya. Dalam pembahasan rancangan peraturan daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dibentuk Tim Asistensi dengan sekretariat Biro Hukum atau Bagian hukum.
Terhadap produk hukum daerah yang dihasilkan harus dilakukan penomoran autentifikasi, penggandaan, pendistribusian dan pendokumentasian yang kesemuanya dilakukan oleh Kepala Biro/Bagian Hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada pasal 16 sampai dengan pasal 23 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 tahun 2006. Selanjutnya menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2006 pada akhirnya peraturan yang telah ditetapkan diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Tambahan Lembaran Daerah yang merupakan penerbitan resmi dan merupakan pemberitahuan secara formal sehingga mempunyai daya ikat terhadap semua pihak yang dikenai ketentuan tersebut.

III. PERANAN JDI HUKUM DALAM PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DIDAERAH

Apabila mencermati proses penyusunan produk hukum daerah diatas sampai dengan penyebarluasaanya maka kedudukan Kepala Biro/Bagian Hukum amat strategis dan krusial mengingat peran yang diemban sangat menentukan dalam kelancaran proses pemberlakuan Peraturan Daerah dimaksud. Oleh karenanya Biro/Bagian Hukum perlu menata dan membenahi organisasinya dengan memantapkan aspek-aspeknya meliputi :

1. Organisasi dan Metoda
Dengan telah diterbitkan KEPPRES No. 91 Tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional maka Anggota Jaringan dalam hal ini Biro Hukum Provinsi Banten perlu menindaklanjuti pelaksanaan KEPPRES tersebut untuk memantapkan sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum menjadi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum yang terkoordinir dan padu dalam suatu kerangka kerja sama antar unit yang meliputi jangkauan wilayah seluruh Indonesia. Karena tersedianya layanan informasi hukum dengan cepat, tepat, akurat dan mudah serta muntakhir mendorong peningkatan kepastian hukum bagi seluruh lapisan masyarakat. Disamping dapat/untuk mencegah adanya tumpang tindih pengaturan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah di Pusat dan Pemerintah di Daerah, sehingga berbagai kebijaksanaan pemerintah Pusat tidak bertentangan atau tumpang tindih dengan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemeritah daerah demikian pula sebaliknya.

2. Personalia dan Diklat.
Dengan luasnya jangkauan materi dokumentasi hukum tersebut maka sangat perlu didukung oleh Sumber Daya Manusia yang baik, profesional dengan memiliki bekal pengetahuan hukum yang luas dan pengetahuan pengolahan dokumen hukum secara “manual” dan “otomasi“, memiliki kesadaran yang tinggi, memahami arti pentingnya dokumen dan informasi hukum serta dapat mewujudkan adanya pelayanan informasi hukum di instansi/unit kerja masing-masing. Hal ini dapat tercapai apabila secara berkesinambungan dilakukan bimbingan teknis magang atau pelatihan penguasaan teknis-teknis pendokumentasian untuk mempercepat temu kembali bahan hukum/peraturan perundang-undangqan guna meningkatkan layanan informasi hukum. Karena kemudahan untuk mendapatkan layanan tersebut akan ikut meningkatkan kesadaran hukum bagi masyarakat luas sekaligus dapat membantu melakukan penyuluhan dan sosialisasi hukum bagi masyarakat pada umumnya, dan terciptanya kepastian hukum.

3. Koleksi
Koleksi merupakan modal dasar untuk mewujudkan jaringan dokumentasi dan informasi hukum yang sangat didambakan oleh berbagai kalangan seiring dengan kebutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehubungan dengan hal tersebut maka disetiap unit yang manangani “bidang hukum dan perundang-undangan” harus memiliki sumber data hukum yang lengkap khususnya peraturan perundang-undangan yang mendukung tugas dan fungsi pokok instansinya masing-masing baik yang berada di Pusat maupun di Daerah dan dekelola secara baik dan tertib.



4. Tehnis, Sarana dan Prasarana
Pengertian “tehnis” di sini adalah merupakan pedoman cara pengolahan bahan dokumentasi hukum yang terus berkembang atau bertambah baik dari segi kualitas ataupun kuantitasnya yang merupakan produk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan instansi terkait lainnya. Tehnis pengolahan bahan dokumentasi hukum dilakukan dengan mempergunakan modul-modul atau pedoman yang telah ada baik secara manual maupun otomasi dengan memanfaatkan kemajuan tehnologi informasi (TI) yang telah dibakuseragamkan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia c.q Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam melaksanakan tugas sebagai Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional.

5. Otomasi dan Mekanisme.
Seiring dengan bertambahnya berbagai dokumen hukum dengan pesat khususnya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah Pusat maupun Daerah, maka pengembangan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum harus memanfaatkan “mekanisme” yang ada dan kemajuan Tehnologi Informasi (TI) khususnya pemanfaatan internet untuk meningkatkan aksesibilitas layanan informasi hukum pada pengguna serta memperluas jangkauan penyebarannya yang tidak terikat ruang dan waktu. Diharapkan pula melalui pembangunan portal situs informasi hukum ini dapat menjadi sarana bagi pemberdayaan pengetahuan hukum khususnya peraturan perundang-undangan bagi aparatur negara, penegak hukum, kalangan akademisi dan berbagai profesi hukum lainnya serta masyarakat pada umumnya.

IV. PENUTUP
Dengan keberadaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi hukum yang beroperasi secara nasional dan interaktif serta handal akan tercapai suatu sistem pendayagunaan bersama bahan dokumentasi yang menyangkut peraturan perundang-undangan maupun informasi hukum lainnya secara tertib, terpadu dan berkesinambungan sekaligus merupakan sarana layanan informasi hukum yang mudah, cepat akurat dan mutakhir terutama dalam kegiatan penyusunan produk-produk hukum daerah khusunya Produk Hukum Pemerintah Daerah Provinsi Banten.



Merak, Agustus 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar